TINJAUAN MODERAT TENTANG HUKUM SYARI’AT
Oleh: Dr. Ali Musri Semjan Putra, MA
- Pendahuluan
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Yang Maha Bijaksana dalanm segala keputusan-Nya dan Maha Adil dalam segala hukum-Nya.
Selawat dan salam buat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
yang diutus Allah untuk menyampaikan hukum-hukum-Nya kepada umat
manusia serta untuk menegakkan keadilan ditengah-tengah umat manusia.
Tulisan ini mengupas sekilas tentang segi-segi pentingnya
menjalankan hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Karena Islam diturukan Allah untuk mengatur segala hal yang berhubungan
dengan persoalan hidup manusia. Bagi orang yang mau mendalami ajaran
Islam dengan benar akan mendapatkan apa yang penulis katakan dengan
jelas.
- Pengertian Syari’at
Syari’at dalam pengertiannya dapat digunakan dalam beberapa makna:
- Digunakan untuk menyebutkan agama secara keseluruhan, maka dikatakan: Syari’at Islam.
- Digunakan untuk menyebutkan tentang hukum-hukum, baik hukum pidana dan perdata maupun ibadah dan mu’amalah secara umum. maka dikatakan: Pokok isi Al Qur’an terdiri dari; aqidah (keyakinan), syari’at (hukum-hukum) dan akhlak (budi pekerti). Dalam pengertian ini kata syari’at sinonim bagi kata fiqih
- Digunakan untuk menyebut hukum hudud semata (pidana), istilah ini lebih dominan dipakai oleh kelompok-kelompok Islam yang beraliran politik. Hal ini kita lihat dalam penilaian mereka terhadap orang Islam yang tidak bergabung dengan mereka dianggap tidak berjuang menegakkan syari’at. Sekalipun dalam kenyataannya orang tersebut berjuang mengakkan Islam dengan berdakwah sesuai dengan metode Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan mungkin bisa dikafirkan karena tidak ikut pemahaman dan metode mereka dalam menegakkan syari’at. Seperti dengan cara membangkang dan melawan penguasa.
Untuk menentukan makna dari kata syari’at tersebut bergantung kepada posisi penggunaannya dalam sebuah susunan kalimat.
Segi-Segi Pentingnya Menjalankan Hukum Islam
Sesungguhnya menjalankan hukum Islam adalah merupakan suatu
hal yang amat peting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara dewasa
ini. Hal itu dapat kita tinjau dari beberapa segi:
Al Qur’an adalah pedoman hidup yang sempurna
Kitab suci Al Qur’an adalah sebaik-baik pedoman bagi
manusia dalam mencapai kebahagian. Karena ia diturunkan oleh Zat Yang
Maha Tahu dan Maha Bijaksna, yaitu Allah Yang Maha Adil dalam segala
hukum-Nya. Seandainya berkumpul seluruh para pakar hukum di dunia untuk
menandingi satu hukum yang disebutkan dalam Al Qur’an, niscaya mereka
tidak akan mampu. Al Qur’an tidaklah semata mengatur hubungan pertikal
dengan Allah, akan tetapi juga mengatur berbagai hal yang dibutuhkan
manusia dalam perkara duniawi. Hukum Allah adalah hukum yang terbaik
dari segala hukum buatan manusia. Demikian pula Hukum Allah adalah hukum
yang paling adil dari segala hukum yang ada di dunia.
وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ [المائدة/50]
“Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”
Bila hukum Al Qur’an dilaksanakan dalam kehidupan manusia,
niscaya kehidupan mereka akan mendapat keberkahan dan rahmat dari Allah.
Karena Al Qur’an adalah kitab yang membawa keberkahan dan rahmat untuk
manusia.
وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ [الأنعام/155]
“Dan Al-Quran itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat”.
Keadilan Al Qur’an tidak terbatas untuk orang-orang yang
beriman dengan Al Qur’an tersebut, akan tetapi mecakup seluruh manusia.
Oleh sebab itu tidak perlu ada kecemasan dari orang-orang non muslim
terhadap hukum Al Qur’an tersebut.
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ
شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآَنُ قَوْمٍ عَلَى
أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ [المائدة/8]
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi
saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Dari sini terjawab kesangsian terhadap penerapan hukum
Islam, dimana sebahagian orang takut akan terjadi penindasan terhadap
umat lain. Sesungguhnya sejarah umat manusia telah membuktikan tentang
keadilah Islam terhadap umat lain ketika Islam berkuasa di negeri Syam
dan Andalus.
Al Qur’an adalah jalan keluar dari berbagai permasalahan yang terjadi
قال الشافعي: “فليست تنزل بأحد من أهل دين الله نازلة إلا وفي
كتاب الله الدليل على سبل الهدى فيها قال الله عز و جل {آلر كتاب أنزلناه
إليك لتخرج الناس من الظلمات إلى النور بإذن ربهم إلى صراط العزيز الحميد}
وقال تعالى {ونزلنا عليك الكتاب تبيانا لكل شيء وهدى ورحمة وبشرى للمسلمين}
وقال تعالى {وأنزلنا إليك الذكر لتبين للناس ما نزل إليهم ولعلهم يتفكرون}
Berkata Imam Syafi’i: “Maka tiada satupun permasalahan yang
menimpa seseorang dari pemeluk agama Allah. Kecuali dalam kitab Allah
ada dalil yang menjelaskan jalan petunjuk dalam permasalahan tersebut.
Allah ‘Azza Wajalla berfirman:
{آلر كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ
مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ
الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ} [إبراهيم/1]
“Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami
turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita
kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju
jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.
Dan firman Allah Ta’ala lagi:
{وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ} [النحل/89]
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran)
untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar
gembira bagi orang-orang muslim”.
Juga firman Allah Ta’ala:
{وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ} [النحل/44]
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka
dan supaya mereka memikirkan”.[1]
Demikian Imam Syafi’i mendapatkan Al Qur’an setelah beliau
membaca dan menela’ah kandungannya. Pernyataan ini lahir dari beliau
bukan sekedar polesan bibir dan wacana. Tapi berdasarkan fakta dan ilmu
yang beliau meliki tentang Al Qur’an itu sendiri. Demikian pula para
ulama-ulama dan setiap orang yang menela’ah dan memahami Al Qur’an
dengan baik dan benar. Al Qur’an tidak hanya berbicara tentang urusan
akhirat saja tapi justru menerangkan segala persoalan yang dibutuhkan
manusian dalam kehidupan di dunia. Al Qur’an tidak hanya mengatur
hubungan manusia dengan pencipta mereka. Tetapi juga mengatur hubungan
manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam lain.
Demikian pula Al Qur’an tidak sekedar mengatur hubungan antar umat yang
seagama. Tetapi Al Qur’an juga mengatur hubungan umat yang berbeda
agama. Isi Al Qur’an tidak terbatas pada ruang lingkup tertentu yang
dibatasi oleh masa dan tempat. Akan tetapi isi Al Qur’an kompleks dan
global, Al Qur’an mengatur segala aspek sisi kehidupan manuisa dalam
segala kondisi dan situasi. Al Qur’an mengatur hubungan antara rakyat
dan pemerintah sebagaimana ia mengatur hubungan antara sesama pribadi
masyarakat. Sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-Nya.
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ
وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ
فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ
تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ
تَأْوِيلًا} [النساء/59]
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya”.
Sudah semestinya kita menyelesaikan segala persoalan
diantara kita dan persoalan negara ini dengan ajaran Al Qur’an. Karena
Al Qur’an tidak sebagaimana yang dikenal oleh kaum liberal dan sekuler
hanya sekedar mengatur persoalan rumah tangga dan persoalan beribadah
dimesjid semata. Mereka menganggap Islam tidak punya konsep dalam
mengatur kehidupan bernegara yang majemuk dan plural dalam berbagai hal.
Anggapan ini lahir dari orang yang buta tetang Al Qur’an dan sejarah
Islam. Sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-Nya:
{مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ وَلَا لِآَبَائِهِمْ كَبُرَتْ
كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ إِنْ يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا}
[الكهف/5]
“Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan
tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya
kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan
(sesuatu) kecuali dusta”.
Kewajiban berhukum dengan apa yang diturunkan Allah
Banayak sekali ayat Al Qur’an yang memerintahkan kita
untuk mejalankan hukum yang diturunkan Allah dalam memutuskan berbagai
perkara yang terjadi kehidupan kita. Berikut ini sebutkan beberapa ayat
yang berkenaan dengan hal tersebut:
Allah berfirman:
{وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا
تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا
أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ
اللَّهُ أَنْ
يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ
النَّاسِ لَفَاسِقُونَ} [المائدة/49]
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara
mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya
mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan
Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan
Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan
menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa
mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang
fasik”.
Ayat ini menjelaskan beberapa hal: (1) perintah tentang
wajibnya memnyelesaikan perkara-perkara yang terjadi sesuai dengan apa
yang diturunkan Allah. (2) larangan mengikuti hawa nafsu orang-orang
yang menetang hukum yang diturunkan Allah. (3) akan ada sekelompok
manusia yang berusaha memfitnah untuk memalingkan kita dari menjalankan
hukum Allah. (4) ancaman Allah terhadap orang yang berpaling dari
menjalankan hukum yang diturunkan-Nya. (5) kebanyakan manusia senang
berbuat kefasikan dengan cara menolak hukum yang diturunkan Allah.
Dan firman Allah:
{اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا
تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ}
[الأعراف/3]
”Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu
dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat
sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)”.
Ayat ini mengaskan agar kita mengikuti segala apa yang
diturunkan Allah dalam Al Qur’an dan menjauhi segala aturan yang
menyelisihinya.
Juga firman Allah:
{إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ
لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ وَلَا تَكُنْ
لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا} [النساء/105]
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu
dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan
apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi
pembela orang-orang yang khianat”.
Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
agar mengadili antara manusia sesuai dengan apa yang diwahyukan Allah
kepadanya. Karena bila tidak mengadili sesuai dengan apa yang diturunkan
Allah, khuatir akan terjadi pembelaan terhadap orang-orang yang
khianat.
Allah melarang kita untuk ragu-ragu dalam menjalankan
hukum-Nya, karena kebenaran hukum Allah itu telah diakui oleh para Ahli
kitab sekalipun. Sebagaimana firman Allah:
{أَفَغَيْرَ اللَّهِ أَبْتَغِي حَكَمًا وَهُوَ الَّذِي
أَنْزَلَ إِلَيْكُمُ الْكِتَابَ مُفَصَّلًا وَالَّذِينَ آَتَيْنَاهُمُ
الْكِتَابَ يَعْلَمُونَ أَنَّهُ مُنَزَّلٌ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ فَلَا
تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ} [الأنعام/114]
“Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada
Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu
dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada
mereka, mereka mengetahui bahwa Al Quran itu diturunkan dari Tuhanmu
dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang
ragu-ragu”.
Keraguan dalam menjalankan apa yang diturunkan Allah, akan membawa malapetaka dalam kehidupan kita. Sebagaimana firman Allah:
{وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ
رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ
لَا تَشْعُرُونَ} [الزمر/55]
“Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu[1315] sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya”.
Ajaran Islam jangan dipilah-pilih
Allah menyuruh kita untuk masuk kedalam Islam secar total,
jangan kita memilah sebahagian ajaran Islam dan memilih bahagian yang
lain. Seperti hanya mengambil ajaraan tentang ibadah dan akhlak saja,
dan meninggalkan hukum-hukum lainnya. Menjalankan hukum syari’at Islam
adalah bagian dari mengamalkan Islam itu sendiri
Allah menyuruh kita agar masuk kedalam Islam itu secara utuh dan total.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ
كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ
مُبِينٌ (208) فَإِنْ زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ
الْبَيِّنَاتُ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ [البقرة/208،
209]
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke
dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. Tetapi jika
kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti
kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana”.
Demikian pula dalam hal mengimani Al Qur’an, kita wajib
mengimani dan mengamalkannya dengan sempurna tanpa dipilah-pilih.
Balasan bagi orang suka memilah-milih ajaran Islam, ia akan diazab di
akhilat kelak dengan azab yang keras. Sebagaimana Allah berfirman:
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ
فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ
وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ (85) أُولَئِكَ الَّذِينَ
اشْتَرَوُا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالْآَخِرَةِ فَلَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ
الْعَذَابُ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ [البقرة/85، 86]
“Apakah kamu beriman kepada sebahagian Kitab dan
ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang
berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia,
dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat.
Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat. Itulah orang-orang yang
membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat, maka tidak akan
diringankan siksa mereka dan mereka tidak akan ditolong”.
Ayat ini adalah celaan terhadap orang-orang Yahudi dan
orang-orang yang menyerupai prilaku mereka dalam beriman kepada kitab
Allah. Mereka beriman pada sebahagiannya dan kafir terhadap bahagian
yang lain. Mereka memilih mengimani dan mengamalkan hal-hal yang sesuai
dengan hawa nafsu dan adat-istiadat mereka aja, adapun selainnya mereka
tolak .
Hukum Allah jangan ditolak dengan alasan kebudayaan, adat dan kebiasaan
Sebahagian diantara manusia ada yang menolak hukum Allah
dengan alasan bertentangan dengan kebudayaan atau adat dan kebiasaan
yang sudah mengakar dimasyarakat. Ini adalah alasan klasik yang selalu
dipegang oleh orang-orang yang ingin menolak hukum Allah. Sebagaimana
Allah sebutkan dalamm beberapa ayat Al Qur’an berikut ini:
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ
قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آَبَاءَنَا أَوَلَوْ
كَانَ آَبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ}
[البقرة/170]
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa
yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami
hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang
kami.” “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang
mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?.”
Dan firman Allah:
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ
وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آَبَاءَنَا
أَوَلَوْ كَانَ آَبَاؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ}
[المائدة/104]
“Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah
mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul.” Mereka
menjawab: “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami
mengerjakannya.” Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang
mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan
tidak (pula) mendapat petunjuk?”
Juga firman Allah:
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ
قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آَبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ
الشَّيْطَانُ يَدْعُوهُمْ إِلَى عَذَابِ السَّعِيرِ} [لقمان/21]
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa
yang diturunkan Allah.” Mereka menjawab: “(Tidak), tapi kami (hanya)
mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya.” Dan
apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu
menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?
Hukum orang yang membenci dan menolak hukum Allah
{ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ} [محمد/9]
“Yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya
mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al Quran) lalu Allah
menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka”.
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ [المائدة/44]
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”.
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ [المائدة/45]
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim”.
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ [المائدة/47]
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik”.
Bila hal yang mendasari seseorang tidak mau melaksanakan
hukum Allah adalah kebencian terhadap hukum Allah itu sendiri. Maka hal
tersebut bisa membawa kepada kekufurun orang tersebut. Demikian pula
orang yang berasumsi bahwa hukum Allah tidak cocok untuk zaman sekarang,
atau hukum selain hukum Allah lebih baik dari hukum Allah dan
penerapannya boleh-boleh saja. Namun untuk menghukum sesorang itu keluar
dari Islam perlu dipelajari terlebih dahulu tentang kede etik at
takfiir yang dijelaskan oleh para ulama. Tidak serta merta seseorang
dikafirkan tanpa memperhatikan kode etik yang sudah dijelaskan oleh para
ulama Ahlussunnah dalam kitab-kitab mereka. Kemudian yang berhak
menerapkan kode etik tersebut terhadap seseorang yang melakukan sebuah
tindakan yang bisa mengeluarkannya dari Islam adalah para ulama yang
berkompeten serta mendapat mandat dari pemerintah.
Akan tetapi bila seseorang tidak berasumsi seperti hal-hal
di atas, maka hal tersebut tidak membawa kepada kekufuran, akan tetapi
ia telah melakukan salah satu dosa besar.
Hukum Allah adalah hukum yang paling adil dari segala hukum
Allah berfirman:
{أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ} [التين/8]
“Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?“
Dalam ayat yang lain:
{أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ} [المائدة/50]
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan
(hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang
yang yakin?”
Setiap muslim meyakini bahwa Allah adalah Maha Tahu dan
Maha Bijaksana dalam segala hukumnnya. Oleh sebab hukum-hukum Allah bila
dilaksanakan akan melahirkan keadilan dan efek positif dalam kehidupan
manusia. Seperti qishash, cambuk dan rajam, secara lahir manurut ilmu
manusia yang dangkal seakan-akan kurang tepat untuk dilaksanakan. Akan
tetapi dalam kenyataan negara yang menerapkan hukum tersebut, terbukti
dapat menekan angka kejahatan yang terjadi di tengah-tengah masyakat
dengan sekecil-kecilnya.
Menjalankan hukum Allah akan membuka pintu kemakmuran bagi sebuah bangsa
Allah berfirman:
{وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا
لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ
كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}. (الأعراف: 96)
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka
Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.
Dalam ayat yang mulia ini Allah abadikan janjinya kepada
manusia, bahwa seandainya mereka mau melaksanakan hukum-hukum-Nya di
dalam kekuasaan mereka, niscaya Allah akan mebuka pintu-pintu
kesejahteraan bagi rakyatnya.
Bahkan janjian yang sama juga Allah sampai kepada umat kepada pengikut Nabi Musa dan nabi Isa u. Sebagaimana firman Allah:
{وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ
وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ
وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ مِنْهُمْ أُمَّةٌ مُقْتَصِدَةٌ وَكَثِيرٌ
مِنْهُمْ سَاءَ مَا يَعْمَلُونَ} . (المائدة: 66)
“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan
(hukum) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka
dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari
bawah kaki mereka”.
Dalam ayat yang lain Allah berfirman:
{وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي
ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا
يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ
فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ} [النور/55]
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang
beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana
Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh
Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk
mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah
mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap
menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.
Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka
itulah orang-orang yang fasik”.
Dalam ayat ini Allah menjajikan kepada orang-orang mengesakan Allah dalam ibadahnya kekuasaan, kejayaan dan kesentosaan.
Perlu diketahui bahwa yang disebut ibadah tidaklah terbatas
pada shalat, zakat dan puasa semata, akan tetapi mencakup penegakkan
hukum Allah dalam segala urusan kehidupan umat manusia. Baik yang
berhubungan dengan urusan pribadi dan keluarga maupun urusan
pemerintahan negara adalah bagian dari ibadah.
Menjalankan hukum Allah bagian dari mensyukuri nikmat kemerdekaan
Menjalankan hukum Allah adalah sebagai tanda syukur kepada
Allah atas nikmat kemerdekaan yang diberikan kepada bangsa ini.
Sebagaimana tertuang dalam alinia ke tiga dalam pembukaan UUD 1945,
bahwa bangsa ini mengakui dimana kemerdekaan adalah merupakan rahmat
dari Allah Yang Maha Kuasa.
Maka dari itu kita semua, baik rakyat maupun penguasa,
seharusnya benar-benar menyadari akan nikmat kemerdekaan yang diberikan
Allah kepada bangsa. Betapa besarnya nikmat kemerdekaan tersebut, hanya
dengan bersenjatakan bambu runcing mengusir penjajah yang memiliki
pasukan yang terlatih dan senjata yang lengkap. Maka jikalau bukan
karena pertolongan dan bantuan Allah, niscaya kemerdekaan tersebut tidak
akan pernah diraih bangsa ini.
Betapa banyaknya para kiyai dan santri yang gugur dalam
memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini! Apa yang telah kita berikan untuk
menhargai jasa-jasa mereka? Bukaankah mereka mengorbankan jiwa dan raga
mereka demi untuk mempejuangkan Islam? Bukan untuk mengejar pangkat dan
jabatan. Saatnyalah bangsa ini menghargai perjuangan mereka dengan
merealisasikan cita-cita mereka, yaitu tegaknya syari’at Allah di bumi
pertiwi ini.
Konstitusi menjamin kemerdekaan menjalankan ajaran agama
Dinyatakan dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2: “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu”.
Dalam pasal ini jelas sekali ditegaskan tentang kebebasan
menjalankan ajaran agama bagi setiap pemeluknya. Dan tiadak ada
pengecualian terhadap ajaran tertentu dalam agama tertentu. Menjalankan
hukum Islam adalah bagian dari ajaran Islam yang diperintahkan Allah
yang harus dilaksanakan oleh pemeluknya. Jika hal itu dilarang berarti
umat Islam belum memperoleh kemerdekaan dan kebebasan dengan sepenuhnya
dalam menjalankan ajaran agama mereka. Berarti UUD 1945 belum
dilaksanakan dengan sebagaimana mestinya oleh bangsa kita.
Menjalankan hukum agama adalah pesan tertulis dalam konstitusi
Sebagaimana dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945 alinia ke
empat: “Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa…”.
Kemudian ditegaskan kembali dalam pasal 29 ayat 1 UUD 1945 bahwa “Negara berdasar atas Kethanan Yang Maha Esa”.
Apa maksud para pendiri bangsa kita menjadikan “Kethanan Yang Maha Esa”
sebagai sila pertama dari Pancasila? Maskudnya adalah agar hukum Tuhan
dijadikan sebagai sumber utama dalam segala aspek kehidupan bangsa ini.
“Dalam kaitan dengan tertip Hukum Indonesia maka secara material nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa harus merupakan sumber bahan dan sumber nilai
bagi hukum positif di Indonesia”. (Kaelan, Yogyakarta: 2008).
Bahwa pendidikan adalah untuk mencetak manusia yang
bertaqwa kepada Allah. Sebagaimana disebutkant dalam pasal 31 ayat 2
bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selanjutnya dalam ayat 5 dijelaskan bahwa pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menjujung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa….
Hal ini berarti bahwa nagara menjunjung tinggi nilai-nalai
dan norma-norma yang datang dari Tuhan. Konsekuensinya segala aspek
dalam pelaksanaan dan penyelenggaran negara harus sesuai dengan hakikat
nilai-nilai yang berasal dari Tuahan. Nilai-nilai yang berasal dari
Tuhan pada hakikatnya adalah merupakan hukum Tuhan yang merupakan sumber
material bagi segala norma, terutama Hukum positif di Indonesia.
(Kaelan, Yogyakarta: 2008).
Disini dapat kita pahami bahwa negara kita bukan berpaham
komunis yang anti Tuhan dah hukum Tuhan. Dan bukan pula negara liberal
yang memberi kebebasan warganya untuk menilai dan mengkritik agamanya,
misalnya tentang Nabi, Rasul, Kitab Suci bahkan Tuhan sekalipun.
(Kaelan, Yogyakarta: 2008). Demikian pula bahwa negara kita bukanlah
negara sekuler yang memisahkan norma-norma hukum positif dengan
nilai-nilai dan norma-norma agama.
Apakah di Indonesia sudah ditegakkan syari’at?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, tergantung kepada
pengertian dan makna dari kata syari’at yang kita sebutkan di awal
tulisan ini. Jika syari’at diartikan dengan ajaran Islam secara
keseluruhan atau diartikan dengan syari’at sinonim bagi kata fiqih.
Maka jawabannya adalah sesunggunya sebahagian besar syari’at telah
tegak di Indonesia, namun secara kesuluruhan belum. Seperti shalat,
infaq, sadaqah, zakat, puasa, haji, membangun masjid, dan seterusnya.
Ini semua adalah syari’at.
Akan tetapi bila syari’at diartikan dengan Hukum Hudud
maka jawaban dari pertanyaan di atas adalah negatif. Walaupun demikian
halnya bukan berarti hukum syari’at yang telah dijalankan menjadi batal
atau tidak terima Allah. Dan itu juga bukanlah berarti bahwa
meninggalkannnya tidak berdosa, akan tetapi tidak membuat pelakunya
keluar dari Islam. Selama ada semangat dan niat serta upaya untuk
mengingikan agar dijalankannya syari’at itu secara utuh. Namun kondisi
dan kemampuanlah yang membatasi untuk menjalankannya. Terkhusus masalah
menegakkan hukum Hudud yang berkewajiban menjalankannya adalah
penguasa, adapun rakyat dan ulama hanya sebatas memberikan masukan dan
nasehat dengan cara baik. Hal tersebut-pun tidak bisa dijadikan alasan
untuk membangkang kepada penguasa apalagi sampai berupaya untuk
menumbangakan dan mengkudeta kekuasaan yang sah.
Apa upaya untuk menyempurnakan penegakkan hukum Allah di tengah-tengah kaum muslimin?
Upaya untuk menyempurnakan penegakkan syari’at di
tengah-tengah kaum muslimin adalah dimulai dari tingkat yang paling
rendah yaitu dari diri sendiri. Artinya hendahnya sertiap pribadi muslim
memulai penegakkan syari’at tersebut dari diri dan keluarga
masing-masing. Kemudian di lingkungan tempat ia bekerja dan
komunitasnya. Dengan demikian sedikit demi sedikit, secara
beransur-ansur syari’at tersebut akan tegak dalam kehidupan kita.
Sebagaimana pesan Syaikh Nasiruddin Al Albany salah seorang
ulama hadits abat ini: “Tegakkanlah syari’at islam itu dalam diri
kalian, niscaya Allah akan menegakkannya di bumi kalian”.
Upaya penyempurnaan penegakkan syari’at dalam negara kita,
bagaikan seorang yang mau memperbaiki bangunan rumahnya yang rusak. Maka
tidak mungkin ia menghancurkan rumahnya secara kesesluruhan kemudian
dibangun baru lagi. Karena bila demikian halnya, ia dan kelurganya akan
kehilangan tempat tinggal . Disamping itu ia harus mengeluarkan biaya
yang cukup besar untuk membangunnya lagi. Nah! bagaimana kalau rumah itu
rusak lagi, apakah setiap ada kerusakan pada rumahnya akan dia
hancurkan selalu, kemudian baru dibangun lagi? Sesungguhnya orang yang
memiliki akal sehat tidak akan melakukan itu.
Kemudian dalam memperbaiki kerusakan harus ada prioritas,
jangan sembrono dengan semaunya. Karena bila demikian halnya pekerjaanya
akan sia-sia. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam dakwah beliau. Demikian pula nabi-nabi sebelumnya. Saat
Rasulullah berdakwah di Makkah tidak pernah menyuruh para sahabat untuk
merusak dan menghacurkan rumah tokoh-tokoh kafir Quraissy. Apalagi
menculik dan membunuh. Tapi beliau memulai dari menanamkan keimanan
terlebih dulu.
Artinya cara-cara kekrasan dan anarkis tidak elegan untuk
ditempuh dalam menegakkan syari’at. Karena menupas kemungkaran tidak
boleh dengan cara yang mungkar pula. Dan menegakkan yang ma’ruf harus
dengan cara yang ma’ruf pula. Oleh sebab itu tidak dibenarkan dalam
agama kita demi untuk membantu anak yatim kita mencuri dan menipu. Untuk
contoh-contoh tentang hal tersebut amat banyak dalam agama kita.
Wallahu A’alm bish Shawaab
Posting Komentar
Komentar para pembaca yang baik dan membangun sangat kami harapkan dan atas kunjungannya kami ucapkan Jazakumullohu Khoiron.