بسم الله والصلاة والسلام على رسول
الله وبعد
Saudaraku…
Jaukanlah
dirimu dari jidal dan perselisihan , terlebih lagi bila perselisihan itu muncul
belakangan , apalagi pada masalah yang tidak pernah dilakukan para sahabat
padahal mereka sangat mungkin dan sangat mampu melakukannya , dari jalan ini
syetan-syetan masuk sehingga karena akal yang banyak mengatakan begini dan
begitu tanfa landasan dalil yang jelas bisa menyebabkan tergelincirnya
seseorang sehingga jauh dari pijakan dien yang haq .
Diantara
perkara yang diingkari oleh imam-imam salaf adalah jidal , bertentangan dalam
masalah halal dan haram , dan ini bukanlah jalan para imam dalam islam ,
sungguh ini dimunculkan oleh orang-orang setelah mereka , sebagaimana ini
diciptakan oleh puqaha' iraq dalam masalah khilaf antara Syafi'iyah dan
Hanafiah , sampai mereka mengarang kitab-kitab masalah khilaf , semua itu
adalah pekara yang baru , tidak ada asalnya , sampai hanya inilah yang jadi
ilmu mereka , dan mereka tersibukkan dari ilmu yang lebih bermanfaat .
Pengingkaran
Salaf dalam masalah berdebat
Terdapat dalam hadits yang marfu'
ما ضَلَّ قومٌ بعدَ هُدًى كانوا عليهِ
إلَّا أوتوا الجدَلَ ثمَّ تلا رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ هذهِ الآيةَ
مَا ضَرَبُوهُ لَكَ إِلَّا جَدَلًا بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ (حسنه الألباني في صحيح
الترميذي 3253
“Tidak
tersesat kaum ini setelah hidayah yang mereka diatasnya , kecuali karena mereka
bergelut dengan jidal kemudian Rasulullah membaca ayat : artinya : tidaklah mereka memberikan
perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja , sebenarnya
mereka adalah kaum yang suka bertengkar (Qs.Az-zuhruf 58) (dihasankan oleh
Syaikh Albani dalam Shahih Tirmidzi no 3253)
Berkata
sebagian Ulama' Salaf :
Bila
Allah menginginkan kebaikan kepada hambanya , dibukakan untuknya pintu beramal
, dan ditutup darinya pintu jidal
pertentangan , dan bila Allah menginginkan pada hambanya , keburukan ,
ditutup baginya pintu amal dan dibukakan untukknya pintu jidal .(Imam Al-Auza’I , Ma’ruf Alkakhi lihat Iqtidha’
alilmi Al-amal hal 79 dan jami’ bayanil ilmi 2/93
Imam
Malik Rahimahullah mengatakan : Aku telah menjumpai penduduk negeri ini (Madinah)
sungguh mereka membenci apa yang banyak
dilakoni manusia sekarang "
maksudnya banyak mengutarakan permasalahan.(Ihyaul Ulum 1/80)
beliau
mengatakan juga:
-
jidal dan berdebat dalam ilmu itu menghilangkan cahaya hati
-
berdebat dalam ilmu itu mengeraskan hati dan mewariskan kebencian.
Kemudian
Alhafidz Ibnu Rajab mengatkan:
tidaklah
para salaf diam dari bertentang dan berdebat karena mereka bodoh dan lemah (ilmu)
, akan tetapi mereka diam diatas ilmu dan takut kepada Allah Azza wajalla , dan
tidaklah berbicara dan banyak berbicara
orang-orang setelah mereka karena
kekhususan mereka dalam ilmu , akan tetapi karena suka bicara dan sedikit wara'
.
Sebagaimanapula
Alhasan Albashri mendengar sekelompok orang yang berdebat dan beliau mengatakan : mereka
adalah kaum yang malas beribadah , ringan bagi mereka berbicara , sedikit wara'nya maka merekapun berbicara
(berdebat).
-Ibrahim
An-Nakha-i berkata : Aku sama
sekali tidak pernah berdebat.
-Abdul
Karim Aljazari alhafidz alfaqih wafat th
127 H berkata : tidak akan berdebat sama sekali orang yang wara'.
-Jakfar
Bin Muhammad mengatakan : hati-hati kalian dari perdebatan dalam agama ,
sungguh ia menyibukkan hati dan mewariskan kemunafikan. (hilyatul Auliya’ 3/198).
Sungguh
bencana banyak berdebat telah menimpa
kebanyakan manusia dizaman ini , mereka menyangka , orang yang banyak debat
banyak berbicara dalam masalah agama adalah lebih berilmu dari yang lainnya ,
sungguh ini adalah kebodohan yang nyata.
Lihatlah
kibar sahabat Rasulullah shallallhu alaihi wasallam , dan para ulama mereka
seperti Abu Bakar , Umar , Ali , Mu’adz , Ibnu Mas’ud , Zaed Bin Tsabit semoga
Allah meridhai mereka semua , bagaimana mereka , perkataan mereka lebih sedikit
dari perkataan Ibnu Abbas , padahal
mereka lebih berilmu , demikian juga perkataan Tabi’in , perkataan mereka lebih
banyak dari perkataan sahabat , padahal sahabat lebih berilmu dari mereka , para
pengikut tabi’in perkataan mereka lebih banyak dari perkataan Tabi’in , padahal
tabi’in lebih berilmu.
Bukanlah
ilmu itu dengan banyaknya riwayat ,
banyak perkataan , akan tetapi ilmu itu adalah cahaya yang tertanam dalam
hati , dengannya seorang hamba memahami alhaq , dia bedakan dengannya kebatilan
, lalu ia ibaratkan alhaq itu dengan kalimat ringkas mengena sesuai dengan
maksud dan tujuan.
Ilmu
inilah yang diwarisi para sahabat dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam ,
Ilmu Rasulullah yang diberikan Allah Ta’ala Jawami’ Alkalim (kalimat ringkas
padat penuh makna) .
Karenaya
terdapat larangan dari banyak bicara , meluas berkata ini dan itu , Nabi
shallallahu alaihi wasallam bersabda :
" إن الله لم يبعث نبيا إلا مبلغا , وإن تشقيق الكلام من
الشيطان "( رواه أحمد في مسنده وعبد
الرزاق في مصنفه)
Sesungguhnya
Allah tidaklah mengutus seorang nabi kecuali hanya sebagai muballig (pengantar),
dan sungguh meluaskan perkataan itu adalah dari setan (Hr Ahmad dalam Musnad
2/94 dan Abdurrazzaq dan Mushannaf 11/163-164)
(lihat
nasihat indah ini dalam kitab Fadhlu 'ilmi As-Salaf 'Ala Ilmi Alkhalaf Alhafidz Ibnu Rajab : 77-85)
semoga
bermanfaat
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Abu
Nawwaf
Thaif
15/3/1436 H
Posting Komentar
Komentar para pembaca yang baik dan membangun sangat kami harapkan dan atas kunjungannya kami ucapkan Jazakumullohu Khoiron.