Al-Imam An-Nawawi Asy-Syafii berkata :
"Dan telah sepakat teks-teks dari As-Syafii dan juga Ash-haab (*para ulama besar madzhab syafiiyah) akan dibencinya membangun masjid di atas kuburan, sama saja apakah sang mayat masyhur dengan kesholehan atau tidak karena keumuman hadits-hadits (*yang melarang). Ay-Syafii dan para Ash-haab berkata, "Dan dibenci sholat ke arah kuburan, sama saja apakah sang mayat orang sholeh ataukah tidak". Al-Haafizh Abu Muusa berkata, "Telah berkata Al-Imaam Abul Hasan Az-Za'farooni rahimhullah : Dan tidak boleh sholat ke arah kuburannya, baik untuk mencari barokah atau karena pengagungan, karena hadits-hadits Nabi, wallahu A'lam".(Demikian perkataan An-Nawawi dalam Al-Majmuu' syarh Al-Muhadzdzab 5/289)
Nukilan ini sangatlah tinggi nilainya dalam madzhab As-Syafiiah, dari sisi-sisi berikut:
Pertama : Yang menukil adalah Al-Imam An-Nawawi rahimahullah yang dikenal sebagai muhaqqiqul madzhab. Tentunya para pemakmur kuburan yang senantiasa berkecimpung dengan madzhab As-Syafii sangat mengetahui kedudukan Imam An-Nawawi dalam madzhab As-Syafii?, bahkan dialah yang paling paham tentang pendapat-pendapat para ulama As-Syafi'iyah, demikian juga perbedaan pendapat yang di antara para ulama As-Syafiiyah.
Ibnu Hajr Al-Haitsami As-Syafii berkata :
أَنَّ الْكُتُبَ الْمُتَقَدِّمَةَ عَلَى الشَّيْخَيْنِ لَا يُعْتَمَدُ شَيْءٌ مِنْهَا إلَّا بَعْدَ مَزِيدِ الْفَحْصِ وَالتَّحَرِّي حَتَّى يَغْلِبَ عَلَى الظَّنِّ أَنَّهُ الْمَذْهَبُ وَلَا يُغْتَرُّ بِتَتَابُعِ كُتُبٍ مُتَعَدِّدَةٍ عَلَى حُكْمٍ وَاحِدٍ فَإِنَّ هَذِهِ الْكَثْرَةَ قَدْ تَنْتَهِي إلَى وَاحِدٍ ....
وَهَكَذَا أَنَّ الْمُعْتَمَدَ مَا اتَّفَقَا عَلَيْهِ أَيْ مَا لَمْ يُجْمِعْ مُتَعَقِّبُو كَلَامِهِمَا عَلَى أَنَّهُ سَهْوٌ
"Sesungguhnya kitab-kitab (*fiqh madzhab Asy-Syafi'i) yang terdahulu sebelum dua syaikh (*yaitu Ar-Roofi'i dan An-Nawawi) tidaklah dijadikan sandaran kecuali setelah pengecekan dan pemeriksaan yang ekstra sehingga kita mencapai perkiraan kuat bahwasanya hal itu (*suatu hukum fiqh) adalah madzhab Asy-Syafii. Dan janganlah terpedaya dengan banyaknya buku yang menyebutkan satu hukum karena buku-buku yang banyak tersebut bisa jadi kembalinya kepada satu buku saja…
Dan demikianlah yang menjadi patokan adalah apa yang disepakati oleh keduanya (*Ar-Rofi'i wa An-Nawawi) yaitu selama para pengkritik perkataan mereka berdua tidak bersepakat bahwa kesepakatan mereka berdua tersebut adalah sahw (*keteledoran)…"(Tuhfatul Muhtaaj juz 1/40)
Bahkan jika terjadi perbedaan antara Ar-Rofii dan An-Nawawi dalam mengenal pendapat yang roojih menurut madzhab As-y-Syafii maka didahulukan pendapat An-Nawawi dari pada pendapat Ar-Rofii
Kedua : Al-Imam An-Nawawi menukil hal ini dalam kitabnya Al-Majmuu', yang telah masyhuur bahwa kitab beliau Al-Majmuu' memiliki tempat yang tinggi di hati para pengikut madzhab Syafi'i terutama dalam mengenal pendapat yang sesungguhnya merupakan madzhab syafii dan juga mengenal perbedaan pendapat dan wujuuh dalah fiqih As-Syafii.
Ketiga : Al-Imam An-Nawawi menyatakan bahwa hal ini merupakan nas (yaitu perkataan) dari Al-Imam As-Syafii
Keempat : Al-Imam An- Nawawi menyatakan bahwa nash dari Al-Imam Asy-Syafii sepakat dengan nash-nash Ash-hab. Dan tentunya para pemakmur kuburan yang mengaku bermadzhab Asy-Syafi'i mengerti pengertian الأَصْحَاب "Ash-hab" dalam perkataan Al-Imam An-Nawawi di atas. Yaitu para ulama besar Syafi'iyah yang telah mencapai derajat yang tinggi sehingga mereka memiliki ijtihad-ijtihad dalam fiqih yang mereka keluarkan (takhrij) berdasarkan metode ijtihad (ushul) Imam Asy-Syafii dan mereka mengambil istinbath hukum-hukum dengan mempraktekan kaidah-kaidah Imam Asy-Syafii. Ibnu Hajr Al-Haitami berpendapat bahwa Ash-hab berakhir pada abad ke-4 H (lihat Al-Fatawa Al-Kubro Al-Fiqhiyah 4/63)
Dan ternyata para ulama yang dikenal dengan ashabul wujuh ini sepakat dengan nash Imam Asy-Syafii. Maka hal ini menunjukan bahwa para ulama besar yang merupakan patokan di madzhab Asy-Syafii telah sepakat akan hal ini, yaitu tidak bolehnya membangun di atas kuburan orang sholeh dan tidak boleh sholat ke arah kuburan orang sholeh.
Kelima : An-Nawawi juga telah menukil kesepakatan para ulama tentang dilarangnya mengusap kuburan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam rangka mencari barokah. Beliau rahimahullah berkata :
"Tidak boleh thowaf di kuburan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan dibenci menempelkan perut dan punggung di dinding kuburan, hal ini telah dikatakan oleh al-Halimy dan yang selainnya. Dan dibenci mengusap kuburan dengan tangan dan dibenci mencium kuburan. Bahkan adab (*ziarah kuburan Nabi) adalah ia menjauh dari Nabi sebagaimana ia menjauh dari Nabi kalau dia bertemu dengan Nabi shallallau 'alaihi wa sallam tatkala masih hidup. Dan inilah yang benar, dan inilah perkataan para ulama, dan mereka telah sepakat akan hal ini.
Dan hendaknya jangan terpedaya oleh banyaknya orang awam yang menyelisihi hal ini, karena teladan dan amalan itu dengan perkataan para ulama. Jangan berpaling pada perbuatan-perbuatan baru yang dilakukan oleh orang-orang awam dan kebodohan-kebodohan mereka. Sungguh yang mulia Abu Ali al-Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah telah berbuat baik dalam perkataannya :
"Ikutilah jalan petunjuk dan tidak masalah jika jumlah pengikutnya yang sedikit. Berhati-hatilah akan jalan kesesatan dan jangan terpedaya oleh banyaknya orang yang binasa (*karena mengikut jalan kesesatan tersebut)." Barangsiapa yang terbetik di benaknya bahwasanya mengusap kuburan dengan tangan dan perbuatan yang semisalnya lebih berkah, maka ini karena kebodohan dan kelalaiannya, karena keberkahan itu pada sikap mengikuti syari'at dan perkataan para ulama. Bagaimana mungkin keutamaan bisa diraih dengan menyelisihi kebenaran??" (Lihat Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzab 8/257, perkataan An-Nawawi ini juga terdapat dalam Hasyiah Al-'Allamah Ibni Hajr al-Haitami 'ala Syarh Al-Idhoh fi Manasik Al-Haj,
www.firanda.com
"Dan telah sepakat teks-teks dari As-Syafii dan juga Ash-haab (*para ulama besar madzhab syafiiyah) akan dibencinya membangun masjid di atas kuburan, sama saja apakah sang mayat masyhur dengan kesholehan atau tidak karena keumuman hadits-hadits (*yang melarang). Ay-Syafii dan para Ash-haab berkata, "Dan dibenci sholat ke arah kuburan, sama saja apakah sang mayat orang sholeh ataukah tidak". Al-Haafizh Abu Muusa berkata, "Telah berkata Al-Imaam Abul Hasan Az-Za'farooni rahimhullah : Dan tidak boleh sholat ke arah kuburannya, baik untuk mencari barokah atau karena pengagungan, karena hadits-hadits Nabi, wallahu A'lam".(Demikian perkataan An-Nawawi dalam Al-Majmuu' syarh Al-Muhadzdzab 5/289)
Nukilan ini sangatlah tinggi nilainya dalam madzhab As-Syafiiah, dari sisi-sisi berikut:
Pertama : Yang menukil adalah Al-Imam An-Nawawi rahimahullah yang dikenal sebagai muhaqqiqul madzhab. Tentunya para pemakmur kuburan yang senantiasa berkecimpung dengan madzhab As-Syafii sangat mengetahui kedudukan Imam An-Nawawi dalam madzhab As-Syafii?, bahkan dialah yang paling paham tentang pendapat-pendapat para ulama As-Syafi'iyah, demikian juga perbedaan pendapat yang di antara para ulama As-Syafiiyah.
Ibnu Hajr Al-Haitsami As-Syafii berkata :
أَنَّ الْكُتُبَ الْمُتَقَدِّمَةَ عَلَى الشَّيْخَيْنِ لَا يُعْتَمَدُ شَيْءٌ مِنْهَا إلَّا بَعْدَ مَزِيدِ الْفَحْصِ وَالتَّحَرِّي حَتَّى يَغْلِبَ عَلَى الظَّنِّ أَنَّهُ الْمَذْهَبُ وَلَا يُغْتَرُّ بِتَتَابُعِ كُتُبٍ مُتَعَدِّدَةٍ عَلَى حُكْمٍ وَاحِدٍ فَإِنَّ هَذِهِ الْكَثْرَةَ قَدْ تَنْتَهِي إلَى وَاحِدٍ ....
وَهَكَذَا أَنَّ الْمُعْتَمَدَ مَا اتَّفَقَا عَلَيْهِ أَيْ مَا لَمْ يُجْمِعْ مُتَعَقِّبُو كَلَامِهِمَا عَلَى أَنَّهُ سَهْوٌ
"Sesungguhnya kitab-kitab (*fiqh madzhab Asy-Syafi'i) yang terdahulu sebelum dua syaikh (*yaitu Ar-Roofi'i dan An-Nawawi) tidaklah dijadikan sandaran kecuali setelah pengecekan dan pemeriksaan yang ekstra sehingga kita mencapai perkiraan kuat bahwasanya hal itu (*suatu hukum fiqh) adalah madzhab Asy-Syafii. Dan janganlah terpedaya dengan banyaknya buku yang menyebutkan satu hukum karena buku-buku yang banyak tersebut bisa jadi kembalinya kepada satu buku saja…
Dan demikianlah yang menjadi patokan adalah apa yang disepakati oleh keduanya (*Ar-Rofi'i wa An-Nawawi) yaitu selama para pengkritik perkataan mereka berdua tidak bersepakat bahwa kesepakatan mereka berdua tersebut adalah sahw (*keteledoran)…"(Tuhfatul Muhtaaj juz 1/40)
Bahkan jika terjadi perbedaan antara Ar-Rofii dan An-Nawawi dalam mengenal pendapat yang roojih menurut madzhab As-y-Syafii maka didahulukan pendapat An-Nawawi dari pada pendapat Ar-Rofii
Kedua : Al-Imam An-Nawawi menukil hal ini dalam kitabnya Al-Majmuu', yang telah masyhuur bahwa kitab beliau Al-Majmuu' memiliki tempat yang tinggi di hati para pengikut madzhab Syafi'i terutama dalam mengenal pendapat yang sesungguhnya merupakan madzhab syafii dan juga mengenal perbedaan pendapat dan wujuuh dalah fiqih As-Syafii.
Ketiga : Al-Imam An-Nawawi menyatakan bahwa hal ini merupakan nas (yaitu perkataan) dari Al-Imam As-Syafii
Keempat : Al-Imam An- Nawawi menyatakan bahwa nash dari Al-Imam Asy-Syafii sepakat dengan nash-nash Ash-hab. Dan tentunya para pemakmur kuburan yang mengaku bermadzhab Asy-Syafi'i mengerti pengertian الأَصْحَاب "Ash-hab" dalam perkataan Al-Imam An-Nawawi di atas. Yaitu para ulama besar Syafi'iyah yang telah mencapai derajat yang tinggi sehingga mereka memiliki ijtihad-ijtihad dalam fiqih yang mereka keluarkan (takhrij) berdasarkan metode ijtihad (ushul) Imam Asy-Syafii dan mereka mengambil istinbath hukum-hukum dengan mempraktekan kaidah-kaidah Imam Asy-Syafii. Ibnu Hajr Al-Haitami berpendapat bahwa Ash-hab berakhir pada abad ke-4 H (lihat Al-Fatawa Al-Kubro Al-Fiqhiyah 4/63)
Dan ternyata para ulama yang dikenal dengan ashabul wujuh ini sepakat dengan nash Imam Asy-Syafii. Maka hal ini menunjukan bahwa para ulama besar yang merupakan patokan di madzhab Asy-Syafii telah sepakat akan hal ini, yaitu tidak bolehnya membangun di atas kuburan orang sholeh dan tidak boleh sholat ke arah kuburan orang sholeh.
Kelima : An-Nawawi juga telah menukil kesepakatan para ulama tentang dilarangnya mengusap kuburan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam rangka mencari barokah. Beliau rahimahullah berkata :
"Tidak boleh thowaf di kuburan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan dibenci menempelkan perut dan punggung di dinding kuburan, hal ini telah dikatakan oleh al-Halimy dan yang selainnya. Dan dibenci mengusap kuburan dengan tangan dan dibenci mencium kuburan. Bahkan adab (*ziarah kuburan Nabi) adalah ia menjauh dari Nabi sebagaimana ia menjauh dari Nabi kalau dia bertemu dengan Nabi shallallau 'alaihi wa sallam tatkala masih hidup. Dan inilah yang benar, dan inilah perkataan para ulama, dan mereka telah sepakat akan hal ini.
Dan hendaknya jangan terpedaya oleh banyaknya orang awam yang menyelisihi hal ini, karena teladan dan amalan itu dengan perkataan para ulama. Jangan berpaling pada perbuatan-perbuatan baru yang dilakukan oleh orang-orang awam dan kebodohan-kebodohan mereka. Sungguh yang mulia Abu Ali al-Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah telah berbuat baik dalam perkataannya :
"Ikutilah jalan petunjuk dan tidak masalah jika jumlah pengikutnya yang sedikit. Berhati-hatilah akan jalan kesesatan dan jangan terpedaya oleh banyaknya orang yang binasa (*karena mengikut jalan kesesatan tersebut)." Barangsiapa yang terbetik di benaknya bahwasanya mengusap kuburan dengan tangan dan perbuatan yang semisalnya lebih berkah, maka ini karena kebodohan dan kelalaiannya, karena keberkahan itu pada sikap mengikuti syari'at dan perkataan para ulama. Bagaimana mungkin keutamaan bisa diraih dengan menyelisihi kebenaran??" (Lihat Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzab 8/257, perkataan An-Nawawi ini juga terdapat dalam Hasyiah Al-'Allamah Ibni Hajr al-Haitami 'ala Syarh Al-Idhoh fi Manasik Al-Haj,
www.firanda.com
Posting Komentar
Komentar para pembaca yang baik dan membangun sangat kami harapkan dan atas kunjungannya kami ucapkan Jazakumullohu Khoiron.